Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN

Sejarah itu lebih banyak ditentukan oleh sebagian besar orang kecil dan sedikit oleh orang besar. Kebanyakan orang besar memiliki ide yang besar sehingga melupakan bahwa sesuatu hal yang sederhana mampu mengubah dunia. Betapa indahnya apabila didunia yang tidak aman ini. Ada seorang pemuda yang hanya menatap keatas langit, dengan kaki menjejak bumi. Sayangnya itu bukan aku. Tubuhku sudah menua, sejujurnya aku merasa apakah diriku berada disini. Bertahun pengembaraan sebagai lanun, penuh petualangan. Dan disini setahun dikampung halaman mendapati diri tak berarti. Terlempar dari pusaran sejarah, terjebak rutinitas di pasar hingga pulang ke rumah ketika petang. Amboy malangnya nasibmu Tuan Durjana. Cerita selengkapnya

RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN

“Apa kamu syaitan?” Tanya seorang diantara mereka antara takut dan penasaran. Dimana ini? Kugosok-gosokkan mata lalu memandang sekeliling. Orang-orang menggerubutiku. Penampilan mereka aneh, seperti orang dari dusun yang sangat pelosok. Muka mereka hitam semua, seperti tidak pernah mandi menggunakan sabun, kaki mereka tidak menggunakan sandal. Tatapan mereka penuh selidik sama sepertiku, sepertinya aku juga dipandang aneh oleh mereka. Aku menggeleng, menelan ludah. Pertanyaan apa ini? Benar-benar pertanyaan yang mengecewakan buatku yang sedang kebingungan, betapa dunia yang kacau namun setidaknya kami berbicara dalam bahasa yang sama. Aku gamang. Gerombolan ini pun riuh, tempat macam apa ini ketika aku mendengar usul salah satu diantara mereka untuk membunuhku, dan usul lain untuk membuiku. Cerita selengkapnya

RISALAH SANG DURJANA BAGIAN TUJUH

Bandar Aceh Darussalam, Pebruari 1873 Seorang pahlawan tidak langsung dilahirkan dimuka bumi. Seorang pahlawan dibentuk oleh alam, karena seseorang dapat dikatakan sebagai pahlawan jika ia melebihi dirinya. Memberikan manfaat yang secara alur pikiran awam tak dapat ia lakukan. Pada saat itulah seseorang membuktikan kapasitasnya sebagai seorang pahlawan. Terus terang aku mengagumi anak muda ini, sekaligus membencinya. Umar anak Meulaboh, sudah beberapa minggu belakangan ini ia ada di Bandar Aceh Darussalam. Pergerakannya sangat cepat, baru sesaat dipelabuhan sekejap berikutnya ia membuat keributan di  Peukan Aceh . Satu hal yang luar biasa dari anak berumur sembilan belas tahun ini, ia selalu mampu mempengaruhi orang yang lebih tua tunduk pada pengaruhnya. Satu sisi jelek dari anak muda ini yang paling tidak kusukai adalah gayanya yang sangat feodal dan gemar berbelanja. Keonaran adalah cara untuk menunjukan siapa dirinya, cucu Raja Meulaboh. Belum lagi kegemarannya menghisap candu

RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM

ampisang Aceh Besar, Januari 1873 Kelemahan adalah kekuatan, begitupun sebaliknya kekuatan menjelma menjadi kelemahan. Aku menyeret langkahku enggan pelan menuju rumah Aceh itu. Pihak yang mengundang, pemilik rumah. Tuanku Nanta Setia, putra Datuk Makdum Sati. Keturunan wali negeri Minangkabau ketika masih dalam perlindungan Kesultanan Aceh. Adalah cerita lama sebelum Plakat Panjang terjadi. Keturunan  Front liner  yang berdarah campur dan masih kerabat dekat kesultanan. Entah mengapa, aku kehilangan semangat untuk menghadiri. Mungkin aku sudah tua,dan dihinggap penyakit orang tua yang benama kemalasan. Nyamuk Januari sangat mengesalkan berdengung ditelingaku sedari tadi. Aku tiba juga akhirnya. Terlambat, pertemuan sudah dimulai. Belasan kuda memamah biak terlantar disekeliling rumah. “Tuan terlambat rupanya?” Dibawah rumah gelap terdengar suara. Aku mendekat dan melihat seorang duduk diatas alu penumbuk padi yang lazim ada dibawah kolong rumah panggung. “Sudah dimulai rupanya?

RISALAH SANG DURJANA BAGIAN LIMA

Pantai Cermin, Bandar Aceh Darussalam. Desember 1872. Akhirnya lima utusan Sultan telah berlayar menuju Melayu Sumatra, Belanda menamakan kawasan itu Riau. Sebagai pembeda dengan Melayu semenanjung yang dikuasai Inggris. Tibang Muhammad yang memimpin delegasi membawa syarat yang sulit dipenuhi oleh Belanda yang intinya Kesultanan Aceh Darussalam sepakat untuk berdagang dan bersahabat dengan Belanda asalkan wilayah yang pernah menjadi bagian Kerajaan Aceh dikembalikan. Di antaranya adalah Sibolga, Barus, Singkel, Pulau Nias dan beberapa kerajaan di pesisir Sumatera Timur. Perang bukan menjadi kekhawatiran di Kesultanan disini. Para pencinta perang senang mengasah parang, kenangan mengusir Portugis di abad XVI seolah menyakinkan bahwa tanah ini akan selamanya merdeka dari tangan-tangan kaum putih. Berapa kalikah aku mengatakan bahwa ini adakah pandangan yang naïf. Suara sumbang yang kusuarakan menjadikanku orang asing di negeri sendiri. Segenap pengalaman dan ilmu yang kumiliki yang