Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017

RISALAH SANG DURJANA BAGIAN SEMBILAN BELAS

Sabtu, 22 Maret 1873. Jauh ditengah-tengah laut yang berpantai ke Bandar Aceh Darussalam, bagaikan ditepi langit, nampaklah oleh penduduk empat kapal api, yang mengambil haluan tepat menuju tanjung tanah Aceh yang disebelah Utara. Bagaikan tabuhan terkejut, lalu terbang berkeliling bercerai-berai meninggalkan sarangnya karena diganggu, penduduk kota berhamburan keluar rumah, lalu lari berduyun-duyun ke tepi laut. Dari beberapa mulut keluarlah teriakan, “Habib datang! Tentara Turki menyertai kita!” Cerita selengkapnya

RISALAH SANG DURJANA BAGIAN DELAPAN BELAS

Aceh, akhir abad XIX Siapa pun itu berhak menyendiri, tanpa ingin dirisaukan oleh ini dan itu. Seperti siapapun itu berhak untuk takut. Aku sedang tak ingin ditemui siapapun, aku kalah, aku takut menghadapi hari kemarin, sebab masa lampauku bukanlah sebuah panorama damai yang terbentang di belakangku, negeri ini bisa kutempuh bila ku ingin, yang menunjukkan kepadaku, berangsur-angsur, bukit dan lembah-lembahnya yang rahasia. Sewaktu aku bergerak ke depan, masa lampau itu pun runtuh. Sebagian besar reruntuhannya, masih dapat terlihat, tak punya warna, mencong bentuknya, dan beku. Maknanya terlepas dariku. “Dik, bisakah kita bertemu?”  Berkali-kali surat berdatangan dari Tengku Tiro. Ia ingin bertemu, dan tidak suka bertemu dengannya. Aku tidak sreg bertemu dia, karena sebagai seorang fuqaha  dia senang berceramah, dalam pertemuan sebelumnya ia memprotes kegemaranku menghisap tembakau. Aku bukan orang yang memilih hidup suci seperti dia, jalan hidup yang ia pilih begitu keras. Aku t