RISALAH SANG DURJANA BAGIAN ENAM BELAS
Lalat-lalat mendengung di sekitar kepalanya. Ia ingin mengusirnya, tapi mengerahkan tenaga untuk mengangkat tangan pun tak sanggup. Tangan itu kaku, hampir-hampir rapuh, seperti halnya bagian tubuh yang lain. “Tentunya sudah beberapa lama aku pingsan,” pikirnya sambil mengerak-gerakkan jemarinya satu demi satu. Ia belum sadar bahwa sudah terluka. Dua peluru bersarang erat di dalam pahanya.
Bunyi meriam masih bertaut dari kejauhan, entah dari Peunayong atau istana. Perang masih berlanjut, tapi pihaknya telah kalah. Ia tahu betul itu, Benteng Lhambhuek telah jatuh, oleh pengkhianatan Ali Bahanan, atau siapapun itu.
Hanya dalam setengah hari, seluruh harapan yang pernah ia miliki lebur.
Komentar
Posting Komentar